Minggu, 07 Agustus 2016

Peristiwa Merah Putih Di Manado


para pemuda yang tergabung dalam pasukan KNIL kompi VII di bawah pimpinan Ch. Ch. Taulu bersama dengan rakyat melakukan perebutan kekuasaan di Manado, Tomohon, dan Minahasa pada tanggal 14 Februari 1946. Sekitar 600 orang pasukan dan pejabat Belanda berhasil ditawan. Pada tanggal 16 Februari 1946, dike-luarkan selebaran yang menyatakan bahwa kekuasaan di selumh Manado telah berada di tangan bangsa Indonesia.



Untuk memperkuat kedudukan Republik Indonesia, para pemimpin dan pemuda menyusun pasukan keamanan dengan nama Pasukan Pemuda Indonesia yang dipimpin oleh Mayor Wuisan. Bendera Merah Putih dikibarkan di seluruh pelosok Minahasa hampir selama satu bulan, yaitu sejak tanggal 14 Februari 1946. Di pihak lain, Dr. Sam Ratulangi diangkat sebagai Gubemur Sulawesi dan mempunyai tugas untuk memperjuangkan keamanan dan kedaulatan rakyat Sulawesi.

Ia memerintahkan pembentukan Badan Perjuangan Pusat Keselamatan Rakyat. Dr. Sam Ratulangi membuat petisi yang ditandatangani oleh 540 pemuka masyarakat Sulawesi. Dalam petisi itu dinyatakan bahwa seluruh rakyat Sulawesi tidak dapat dipisahkan dari Republik Indonesia. Dengan adanya petisi tersebut, pada tahun 1946 Sam Ratulangi ditangkap dan dibuang ke Serui (Irian Barat). Peristiwa ini hingga saat ini dikenang dalam sejarang bangsa Indonesia peristiwa merah putih di Manado.

#Sekian dari Saya :)   .   .   .   .


Perang Puputan Margarana (Bali)

Pertempuran Margarana
dipicu pada tanggal 2 dan 3 Maret 1946, ketika itu lebih kurang 2.000 orang tentara Belanda mendarat di Pulau Bali. Mereka diikuti oleh tokoh-tokoh Bali yang pro terhadap Belanda. Ketika Belanda mendarat di Pulau Bali, pimpinan Laskar Bali Letnan Kolonel I Gusti Ngurah Rai, sedang menghadap ke Markas Tertinggi TKR di Yogyakarta. Kedatangannya ke Yogyakarta bertujuan membicarakan masalah pembinaan Resimen Sunda Kecil dan cara-cara untuk menghadapi Belanda.


Ketika kembali dari Yogyakarta, I Gusti Ngurah Rai menemukan pasukannya dalam keadaan porak-poranda akibat serangan yang dilakukan oleh pasukan Belanda. I Gusti Ngurah Rai berusaha untuk mengumpulkan kembali pasukannya yang telah porak-poranda. Sementara itu, Belanda terus membujuk Ngurah Rai agar mau bekerja sama dengan pihak Belanda. Namun ajakan itu ditolaknya, penolakan itu terlihat dari isi surat balasannya kepada Belanda. Di antaranya Ngurah Rai menyatakan bahwa: "Bali bukan tempat untuk perundingan dan perundingan merupakan hak dari pemimpin kami di pusat".


Awal Mula Pertempuran Puputan Margarana


Di samping itu, Ngurah Rai, juga menyatakan bahwa: "Pulau Bali bergolak karena kedata pasukan Belanda. Dengan demikian, apabila ingin Pulau Bali dan damai, Belanda harus angkat kaki dari Pulau Bali".
Ketika Ngurah Rai berhasil menghimpun dan mempersatukan ker pasukannya, pada tanggal l 8 November 1946 diIakukan serangan terhadap markas Belanda yang ada di kota Tabanan. Markas Belanda digempur habis-habisan. Dalam pertempuran itu, pasukan Ngurah Rai meraih kemenangan yang gemilang dan satu Detasemen Polisi Belanda lengkap dengan senjatanya menyerah. Setelah itu pasukan mundur ke arau utara kota Tabanan dan memusatkan perjuangan di desa Margarana.


Akibat kekalahan tersebut pihak Belanda mengerahkan seluruh kekuatannya termasuk pesawat tempur untuk menyerang daerah Margarana pada tanggal 20 November 1946. Terjadilah pertempuran yang dahsyat, dalam pertempuran tersebut Ngurah Rai menyerukan perang puputan (perang habis-habisan). Namun sayang pada peristiwa tersebut I Gusti Ngurah Rai dan pasukan gugur di medan perang. Pertempuan itu sekarang lebih dikenal dengan perang puputan yang diperingati tanggal 20 November setiap tahunnya diperingati sebagai hari Pahlawan Margarana oleh rakyat Bali.

#Sekian dan Terimakasih :)  .   .   .   .   .

Pertempuran Surabaya 10 November 1945

melawan pasukan sekutu tidak dapat dilepaskan dari peristiwa yang mendahuluinya, yaitu usaha perbutan kekuasaan dan senjata dari tangan Jepang yang dimulai sejak tanggal 2 September 1945. Kejadian tersebut telah membangkitkan pergolakan sehingga me-nimbulkan situasi revolusi yang konfrontatif. Para pemuda berhasil memiliki senjata, dan pemerintah memberikan dukungan terhadap tindakan yang mereka lakukan. Bahkan keduanya siap menghadapi berbagai ancaman yang datang baik dari luar maupun dari dalam.
Kedatangan Pasukan Sekutu di Surabaya
Pada tanggal 25 Oktober 1945, pasukan Sekutu dari Brigade 49 di bawah pimpinan Brigadir Jenderal A.W.S. Mallaby mendarat di Surabaya. Pasukan itu merupakan bagian dari Divisi ke-23 di bawah pimpinan Jenderal D.C. Hawthorn. Mereka mendapat tugas dari Panglima AFNEI untuk melucuti serdadu Jepang dan menyelamatkan para interniran Sekutu. Pemimpin pasukan Sekutu menemui R.M. Suryo (pemegang pemerintahan Indonesia di Jawa Timur). Namun pemerintah Indonesia di Jawa Timur merasa enggan menerima kedatangan mereka. Setelah diadakan pertemuan antara wakil pemerintah Republik Indonesia dengan Brigadir Jenderal A.W.S. Mallaby, disepakati hal-hal berikut ini.
1.    Inggris berjanji bahwa pada tentara mereka tidak terdapat angkatan perang Belanda. .
2.    Mereka menyetujui kerja sama kedua belah pihak untuk menjamin keamanan dan ketenteraman
3.    Mereka segera membentuk kontak biro agar kerja sama dapat terlaksana sebaik-baiknya
4.    Inggris hanya akan melucuti senjata Jepang. 
Oleh karena itu, pihak Republik Indonesia memperkenankan tentara Inggris memasuki kota dengan syarat hanya objek-objek yang sesuai dengan tugasnya yang boleh diduduki, seperti kamp-kamp tawanan. Namun dalam perkembangan berikutnya, pihak Inggris mengingkari janjinya. Pada tanggal 26 Oktober 1945 malam hari satu pleton field security section di bawah pimpinan Kapten Shaw melakukan penyerangan ke Penjara Kalisosok untuk membebaskan Kolonel Huiyer (seorang Kolonel Angkatan Laut Belanda) bersama kawan-kawannya.

Tindakan Inggris dilanjutkan dengan menduduki Pangkalan Udara Morokrembangan, Pelabuhan Tanjung Perak, Kantor Pos Besar, Gedung Bank Intemasional, dan objek vital lainnya. Pada tanggal 27 Oktober 1945, pukul 11.00 pesawat terbang Inggris menyebarkan pamflet-pamflet. Pamflet-pamflet itu berisi perintah agar rakyat Surabaya menyerahkan senjata yang dirampasnya dari tangan Jepang. Pemerintah Republik Indonesia berusaha menanyakan hal itu kepada Brigadir Jenderal A.W.S. Mallaby, tetapi ia mengakui mengetahui tentang pamflet tersebut.


Sikap itu menghilangkan kepercayaan pemerintah Republik Indonesia kepadanya. Pemerintah meminta kepada para pemuda untuk tetap siaga menghadapi segala kemungkinan. Pada tanggal 27 Oktober 1945 terjadi kontak senjata yang pertama antara para pemuda dengan pihak Inggris. Kontak senjata itu meluas, sehingga terjadi pertempuran antara Indonesia dengan Inggris tanggal 28, 29, dan 30 Oktober 1945. Dalam pertempuran itu pasukan Sekutu dapat dipukul mundur dan bahkan hampir dapat dihancurkan oleh pasukan Indonesia.

Beberapa objek vital berhasil direbut kembali oleh para pemuda. Bahkan pemimpin pasukan Sekutu Brigadir Jenderal A.W.S. Mallaby berhasil ditawan oleh para pemuda. Melihat kenyataan seperti itu, komandan pasukan sekutu hubungi Presiden Soekarno untuk mendamaikan perselisihan antara pemuda dengan asukan Inggris di sana. Pada tanggal 30 Oktober 1945, Presiden Soekarno, Hatta, dan Amir Syarifuddin datang ke Surabaya untuk mendamaikan perselisihan itu. Perdamaian berhasil dicapai, tetapi setelah sekembalinya Soekarno dan rombongan ke Jakarta, pertempuran kembali terjadi dan menewaskan Jenderal A.W.S. Mallaby. Pasukan Inggris nyaris hancur, kemudian mereka meminta bantuna dari Devisi V di bawah pimpinan Mayor Jendral Mansergh dengan kekuatan 24.000 orang.

Pada tanggal 9 November 1945, Inggris mengeluarkan ultimatum yang berisi ancaman akan  menggempur kota Surabaya dari darat, laut, dan udara apabila orang-orang Indonesia Surabaya tidak menaati perintah Inggris. Mereka juga mengeluarkan instruksi yang isinya bahwa semua pimpinan bangsa Indonesia dan para pemuda di Surabaya harus datang selambat-lambatnya tanggal 10 November 1945, pukul 06.00 pagi pada tempat yang telah ditentukan. Mereka diharuskan datang dengan tangan di atas kepala, dan kemudian menandatangani dokumen yang tersedia sebagai tanda menyerah tanpa syarat.
Terjadinya Peristiwa 10 November

Para pemuda yang memegang senjata diperintahkan untuk menyerahkan senjatanya. Ultimatum itu tidak ditaati oleh rakyat Surabaya. Pada tanggal 10 November 1945 terjadipertempuran Surabaya yang sangat dahsyat. Rakyat Surabaya bertekad untuk bertempur mati-matian. Kejadian itu merupakan sebuah lambang keberanian dan kebulatan tekad dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Peristiwa 10 November itu diperingati setiap tahun sebagai hari Pahlawan oleh seluruh bangsa Indonesia.

#sekian dan Terimakasih :)  .   .   .   .


Pertempuran ambarawa

Pertempuran Ambarawa 
pada tanggal 20 November berakhir tanggal 15 Desember 1945, antara pasukan TKR melawan pasukan inggris. Ambarawa merupakan kota yang terletak antara kota Semarang dan magelang, serta Semarang dan Salatiga. Peristiwa ini dilatarbelakangi oleh mendaratnya pasukan Sekutu dari Divisi India ke-23 di Semarang pada tanggal 20 oktober 1945. Pemerintah Indonesia memperkenankan mereka untuk mengurus tawanan perang yang berada di penjara Ambarawa dan Magelang.

Kedatangan pasukan Sekutu (Inggris) diikuti oleh pasukan NICA. Mereka mempersenjatai para bekas tawanan perang Eropa, sehingga pada tanggal 26 Oktober 1945 terjadi insiden di Magelang yang kemudian terjadi pertempuran antara pasukan TKR dengan pasukan Sekutu. Insiden berakhir setelah Presiden Soekarno dan Brigadir Jenderal Bethell datang ke Magelang pada tanggal 2 November 1945. Mereka mengadakan perundingan gencatan senjata dan memperoleh kata sepakat yang dituangkan da1am 12 pasal. Naskah persetujuan itu berisi antara lain: 

1.    Pihak Sekutu akan tetap menempatkan pasukannya di Magelang untuk melakukan kewajibannya melindungi dan mengurus evakuasi pasukan Sekutu yang ditawan pasukan Jepang (RAPWI) dan Palang Merah (Red Cross) yang menjadi bagian dari pasukan Inggris. Jumlah pasukan Sekutu dibatasi sesuai dengan tugasnya.
2.    Jalan raya Ambarawa dan Magelang terbuka sebagai jalur lalu lintas Indonesia dan Sekutu.    
3.    Sekutu tidak akan mengakui aktivitas NICA dan badan-badan yang ada di bawahnya.   

Terjadinya Pertempuran Ambarawa


Pihak Sekutu temyata mengingkari janjinya. Pada tanggal 20 November 1945 di
pertempuran Ambarawa pecah     pertempuran antara TKR di bawah pimpinan Mayor Sumarto dan pihak Sekutu. Pada tanggal 21 November 1945, pasukan Sekutu yang berada di Magelang ditarik ke Ambarawa di bawah lindungan pesawat tempur. Namun, tanggal 22 November 1945 pertempuran berkobar di dalam kota dan pasukan Sekutu melakukan terhadap perkampungan di sekitar Ambarawa. Pasukan TKR di Ambarawa bersama dengan pasukan TKR dari Boyolali, Salatiga, dan Kartasura bertahan di kuburan Belanda, sehingga membentuk garis medan di sepanjang rel kereta api yang membelah kota Ambarawa.

Sedangkan dari arah Magelang pasukan TKR Divisi V/Purwokerto di bawah pimpinan Imam Androngi melakukan serangan fajar pada tanggal 21 November 1945. Serangan itu bertujuan untuk memukul mundur pasukan Sekutu yang bertahan di desa Pingit. Pasukan yang dipimpin oleh Imam Androngi herhasil menduduki desa Pingit dan melakukan perebutan terhadap desa-desa sekitarnya. Batalion Imam Androngi meneruskan gerakan pengejarannya. Kemudian Batalion Imam Androngi diperkuat tiga hatalion dari Yogyakarta, yaitu Batalion 10 di bawah pimpinan Mayor Soeharto, Batalion 8 di bawah pimpinan Mayor Sardjono, dan batalion Sugeng.

Akhirnya musuh terkepung, walaupun demikian, pasukan musuh mencoba untuk menerobos kepungan itu. Caranya adalah dengan melakukan gerakan melambung dan mengancam kedudukan pasukan TKR dengan menggunakan tank-tank dari arah belakang. Untuk mencegah jatuhnya korban, pasukan TKR mundur ke Bedono. Dengan bantuan Resimen Dua yang dipimpin oleh M. Sarbini, Batalion Polisi Istimewa yang dipimpin oleh Onie Sastroatmojo, dan batalion dari Yogyakarta mengakibatkan gerakan musuh berhasil ditahan di desa Jambu. Di desa Jambu, para komandan pasukan mengadakan rapat koordinasi yang dipimpin oleh Kolonel Holland Iskandar.

Rapat itu menghasilkan pembentukan komando yang disebut Markas Pimpinan Pertempuran, bertempat di Magelang. Sejak saat itu, Ambarawa dibagi atas empat sektor, yaitu sektor utara, sektor timur, sektor selatan, dan sektor barat. Kekuatan pasukan tempur disiagakan secara bergantian. Pada tanggal 26 November 1945, pimpinan pasukan dari Purwokerto Letnan Kolonel Isdiman gugur maka sejak saat itu Kolonel Sudirman Panglima Divisi V di Purwokerto mengambil alih pimpinan pasukan. Situasi pertempuran menguntungkan pasukan TKR.

Strategi Pertempuran Ambarawa

Musuh terusir dari Banyubiru pada tanggal 5 Desember 1945. Setelah mempelajari situasi pertempuran, pada tanggal 11 Desember 1945 Kolonel Sudirman mengambil prakarsa untuk mengumpulkan setiap komandan sektor. Dalam kesimpulannya dinyatakan bahwa musuh telah terjepit sehingga perlu dilaksanakan serangan yang terakhir. Rencana serangan disusun sebagai berikut.

1.    Serangan dilakukan serentak dan mendadak dari semua sector.
2.    Setiap komandan sektor memimpin pelaksanaan serangan. 
3.    Pasukan badan perjuangan (laskar) menjadi tenaga cadangan. 
4.    Hari serangan adalah 12 Desember 1945, pukul 04.30. 

Akhir dari Pertempuran Ambarawa terjadi pada tanggal 12 Desember 1945 dini hari, pasukan TKR bergerak menuju sasarannya masing-masing. Dalam waktu setengah jam pasukan TKR berhasil mengepung pasukan musuh yang ada di dalam kota. Pertahanan musuh yang terkuat diperkirakan di Benteng Willem yang terletak di tengah-tengah kota Ambarawa. Kota Ambarawa dikepung selama empat hari empat malam. Musuh yang merasa kedudukannya terjepit berusaha keras untuk mundur dari medan pertempuran. Pada tanggal 15 Desember 1945, musuh meninggalkan kota Ambarawa dan mundur ke Semarang.





 #Sekian dan terimakasih :)   .   .   .   .




Pertempuran Medan Area

berawal pada tanggal 9 November 1945, pasukan Sekutu di hawah Brigadir Jenderal Ted Kelly mendarat di Sumatra Utara. Pendantan pasukan Sekutu itu diikuti oleh pasukan NICA yang dipersiapkan untuk mengambil alih pemerintahan. Pemerintahan Republik Indonesia di Sumatra Utara ternyata memperkenankan mereka menempati beberapa hotel di Medan seperti De Boer, Grand hotel, dan Hotel Astoria untuk menghormati petugas Sekutu. Selanjutnya scbagian dari mereka tempatkan di Binjai dan Tanjung Morawa.

Sehari setelah mendarat, tim RAPWI mendatangi kamp-kamp tawanan di Pulau Berayan, Sacntis, Rantau Prapat, Pematang Siantar, dan Brastagi untuk membantu membebaskan para tawanan dan dikirim ke Medan atas persetujuan Gubernur Teuku Muhammad Hassan. Namun, para bekas tawanan itu langsung menjadi inti dari Batalion KNIL Medan. Akibat dari tindakan itu ternyata memancing berbagai insiden. Insiden pertama terjadi tanggal 13 Oktober 1945 di Jalan Bali, Medan. Insiden itu berawal dari ulah seorang Belanda penghuni hotel yang merampas dan menginjak-injak lencana Merah Putih.

Latar Belakang Pertempuran Medan Area
Akibatnya hotel itu diserang dan dirusak oleh para pemuda. Dalam insiden itu 96 orang luka-luka yang sebagian besar adalah orang-orang NICA. Insiden itu menjalar ke beberapa kota lainnya seperti Pematang Siantar dan Brastagi. Sementara itu, pada tanggal 10 Oktober 1945 terbentuk TKR Sumatra Timur yang dipimpin oleh Achmad Tahir. Selanjutnya, diadakan pemanggilan terhadap bekas Heiho di seluruh Sumatra Timur. Pemanggilan itu mendapat sambutan dari mereka, sehingga di samping TKR juga terdapat organisasi perjuangan lainnya, yaitu Pemuda Republik Indonesia Sumatra Timur yang kemudian menjadi Pesindo.

Setelah keluarnya Maklumat Pemerintah tentang berdirinya partai-partai politik pada bulan November 1945, di Sumatra Timur terbentuk laskar partai. PNI memiliki laskar Nasional Pelopor Indonesia (Napindo), Masyumi mempunyai laskar Ilizbuilah, dan Parkindo membentuk Pemuda Parkindo. Sebagaimana di kota-kota lain di Indonesia, pasukan Sekutu (inggris) memulai aksinya untuk memperlemah kedudukan Republik Indonesia dengan cara memberi ultimatum agar bangsa Indonesia menyerahkan senjatanya kepada pasukan Sekutu. Hal itu juga dilakukan oleh Brigadir Ted Kelly kepada para pemuda Medan pata tanggal 18 Oktober 45.

Sejarah Pertempuran Medan Area
Pada tanggal 1 Desember 1945, pihak sekutu menuliskan papan bertuliskan Fixed Boundaries Medan Area di pinggiran kota Medan. Sejak saat itu, istilah Medan Area menjadi terkenal. Inggris bersama NICA melakukan aksi pembersihan terhadap unsur-unsur republik di kota Medan. Sehingga para pemuda membalas aksi-aksi itu sehingga kota Medan menjadi tidak aman. Setiap usaha pengusiran dibalas dengan pengepungan dan bahkan sering terjadi tembak-menembak. Pada tanggal 10 Desember 1945, pasukan Inggris dan NICA berusaha menghancurkan konsentrasi pasukan TKR di Trepes.

Selanjutnya, seorang perwira Inggris berhasil diculik oleh kalangan pemuda dan beberapa truk berhasil dihancurkan. Dengan peristiwa itu. Brigadir Jenderal Ted Kelly kembali mengancam para pemuda agar menyerahkan senjata mereka. Kalau tidak menyerahkan, mereka akan ditembak mati. Pada bulan April 1946, tentara Inggris sudah mulai mendesak pemerintah Republik Indonesia untuk keluar dari kota Medan. Gubernur, Markas Besar TKR, dan walikota pindah ke Pematang Siantar. Dengan demikian, Inggris berhasil menduduki kota Medan.

Tanpa adanya satu komando, mustahil dapat dilakukan serangan yang efektif terhadap kedudukan pasukan Inggris. Pada tanggal 10 Agustus 1946 diadakan pertemuan di Tebingtinggi antar komandan pasukan yang berjuang di Front Medan Area. Pertemuan tersebut memberntuk satu komando bemama Komando Resimen Laskar Rakyat Medan Area. Resimen itu terdiri atas empat sektor, tiap-tiap sektor dibagi lagi menjadi 4 subsektor. Setiap sektor berkekuatan satu batalion. Pusat komandi berada di Sudi Mengerti, Trepes. Dibawah komando tersebut perjuangan Medan Area menjadi lebih baik.



#sekian terima kasih :)   .  .  .  .